T0P ARTIKEL

TAKLID BUTA

Allah berfirman,
"Apabila dikatakan kepada mereka, 'Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul'. Mereka menjawab, 'Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya. 'Dan apakah mereka akan mengikuti juga nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk...?" (AI-Maa'idah: 104)
Allah mengabarkan kepada kita tentang keadaan orang-orang musyrik, saat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berkata kepada mereka, "Marilah mengikuti Al-Qur'an dan mentauhidkan Allah, serta berdo'a hanya kepada Allah semata."
Mereka kemudian menjawab, "Cukuplah bagi kami kepercayaan nenek moyang kami." Maka Al-Qur'an membantah mereka bahwa nenek moyang mereka itu adalah bodoh, tidak mengetahui sesuatu serta tidak mendapat petunjuk kepada jalan yang benar.
Mayoritas umat Islam, kini terjebak dalam taklid buta ini. Pernah suatu kali, penulis mendengar ceramah. Penceramah itu mengatakan, "Apakah nenek moyang kalian mengetahui bahwa Allah mempunyai tangan...?"
Ia berdalih dengan kebodohan nenek moyang, untuk mengingkari. Padahal Al-Qur'an telah menegaskan hal tersebut, sebagaimana firmanNya tentang kisah penciptaan Adam AlaihisSallam ,

KEKASIH ALLAH DAN KEKASIH SETAN

Allah berfirman,

"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa." (Yunus: 62-63)

Ayat di atas mengandung pengertian bahwa wali adalah orang mukmin yang bertaqwa dan menjauhi maksiat. Ia berdo'a hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun. Terkadang tampak padanya karamah ketika sedang dibutuhkan. Seperti karamah Maryam ketika ia mendapatkan rizki berupa makanan di rumahnya.

Maka, wilayah (kewalian) memang ada. Tetapi ia tidak terjadi kecuali pada hamba yang mukmin, ta'at dan mengesakan Allah. Karamah tidak menjadi syarat untuk seseorang disebut wali, sebab syarat demikian tidak diberitahukan oleh Al-Qur'an.

Wilayah itu tidak mungkin terjadi pada seorang fasik atau musyrik yang berdo'a dan memohon kepada selain Allah. Sebab hal itu termasuk amalan orang-orang musyrik, sehingga bagaimana mungkin mereka menjadi para wali yang dimuliakan...?

WASPADALAH TERHADAP THAGHUT


Thaghut adalah setiap yang disembah selain Allah, ia rela dengan peribadatan yang dilakukan oleh penyembah atau pengikutnya, atau rela dengan keta'atan orang yang menta'atinya dalam hal maksiat kepada Allah dan RasulNya.
Allah mengutus para Rasul agar memerintahkan kaumnya menyembah kepada Allah semata dan menjauhi thaghut. Allah berfirman,
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah (semata), dan jauhilah thaghut itu'." (An-Nahl: 36)
Bentuk thaghut itu amat banyak, tetapi pemimpin mereka ada lima:
  1. Setan.
    Thaghut ini selalu menyeru beribadah kepada selain Allah. Dalil-nya adalah firman Allah,
    "Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu." (Yaasiin: 60)
     
  2. Penguasa zhalim yang mengubah hukum-hukum Allah Ta'ala.
    Seperti peletak undang-undang yang tidak sejalan dengan Islam. Dalilnya adalah firman Allah yang mengingkari orang-orang musyrik. Mereka membuat peraturan dan undang-undang yang tidak diridhai oleh Allah. Allah berfirman,
    "Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari'atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?" (Asy-Syuuraa: 21)

SEBAB TERJADINYA MUSIBAH DAN CARA PENANGGULANGANNYA

Al-Qur'anul Karim telah menyebutkan beberapa sebab terjadinya musibah, berikut bagaimana Allah menghilangkan musibah tersebut dari para hambaNya. Di antaranya adalah firman Allah,
"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkanNya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada ada diri mereka sendiri." (Al-Anfaal: 53)
"Dan apa saia musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Asy-Syuuraa: 30)
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena  perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali jalan yang benar)." (Ar-Ruum: 41)
"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rizkinya datang ke-padanya melimpah ruah dari  segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebab-kan apa yang selalu mereka perbuat." (An-Nahl: 112)

CABANG-CABANG IMAN

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda,
"Iman itu lebih dari enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah ucapan, 'Laa ilaaha illallah' dan cabang yang paling rendah yaitu menyingkirkan kotoran dari jalan". (HR. Muslim)
Al-Hafizh Ibnu Hajar telah meringkas hal tersebut dalam kitab-nya Fathul Baari, sesuai keterangan Ibnu Hibban, beliau berkata, "Cabang-cabang ini terbagi dalam amalan hati, lisan dan badan".
  1. Amalan Hati:
    Adapun amalan hati adalah berupa i'tikad dan niat. Dan ia terdiri dari dua puluh empat sifat (cabang); iman kepada Allah, termasuk di dalamnya iman kepada Dzat dan Sifat-sifatNya serta pengesaan bahwasanya Allah adalah:

    "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Maha Melihat". (As-Syuraa: 11)
    Serta ber'itikad bahwa selainNya adalah baru, makluk. Beriman kepada Allah, beriman kepada malaikat-malaikat, kitab-kitab dan para rasulNya. Beriman kepada qadar (ketentuan) Allah, yang baik maupun yang buruk.

    Beriman kepada hari Akhirat: Termasuk di dalamnya pertanyaan di dalam kubur, kenikmatan dan adzabNya, kebangkitan dan pengumpulan di Padang Mahsyar, hisab (perhitungan amal), mizan (timbangan amal), shirath (titian di atas Neraka), Surga dan Neraka.

    Kecintaan kepada Allah, cinta dan marah karena Allah. Kecintaan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam dan yakin atas keagungan beliau, termasuk di dalamnya bershalawat atas Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Salam dan mengikuti sunnahnya.

    Ikhlas, termasuk di dalamnya meninggalkan riya dan nifaq. Taubat dan takut, berharap, syukur dan menepati janji, sabar, ridha dengan qadha dan qadhar, tawakkal, kasih sayang dan tawadhu (rendah hati), termasuk di dalamnya menghormati yang tua, mengasihi yang kecil, meninggalkan sifat sombong dan bangga diri, meninggalkan dengki, iri hati dan emosi.